Tiada Negara selain NII, itulah salah
satu doktrin teologis yang digunakan Negara Islam Indonesia sebagai senjata ampuh untuk mengelabuhi
anggotanya. Suatu paham yang dibungkas dengan dalil-dalil nash berefek
fundamental bagi anggotanya masuk
kedalam bawah sadar mereka tanpa protes apapun. Upaya rekrutmen massa begitu massif
dengan gerak ganda yang terselubung sehingga NII berhasil merekrut sejumlah ratusan ribu
anggota secara efektif dan susah dideteksi kalau gerakan tersebut mengarah pada
doktrinasi Negara Islam. Gerakan tersebut dikenal dengan gerakan territorial
atau gerakan bawah tanah dan fungsionalis
Gerakan bawah tanah tersebut bertugas
merekrut orang dan penjaringan dana sebanyak mungkin. Sasaran jitu yang dilancarkan
cukup akurat, mereka mendatangi mal, kampus dan sekolah. Sehingga tidak heran
kalau saat ini banyak korban dari kalangan muda; siswa dan mahasiswa sebagai
sasaran utama. Mungkin tanpa sadar bahwa mereka yang direkrut merupakan korban
dari ideologi NII. Jika pengikut gerakan ini adalah mahasiswa, ia akan
menomorsatukan misi NII kuliah tidak lagi menjadi prioritas. Nalar kritis
mahasiswa akan tumpul terkikis ideologi baru dengan dogma dan doktrin yang
mengikat dan radikal. Kiriman uang dari orang tua yang seharusnya untuk biaya
pendidikan bisa saja dengan sukarela disumbangkan sebagai bentuk kesetiannya
pada NII tanpa banyak pertimbangan lagi.
Radikalisasi agama semacam ini tidak
lain merupakan pengkerdilan terhadap Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Pemerasan
dan pemaksaan adalah wujud dari penyimpangan, agama tidak lagi indah, keras dan
jauh dari nilai-nilai humanisme, toleransi dan keberagaman. Republik Indonesia yang
terkenal dengan kemajemukan etnis, budaya, bahasa dan sebagainya akan menjadi Negara
yang penuh dengan sekat-sekat, jarak yang sangat jauh. Sehingga pada saatnya
NKRI yang selama ini kita bangun sia-sia begitu saja. NKRI sebagai amanah para founding
fathers akan terkikis habis oleh radikalisasi-arabisasi syari’at yang
dipaksakan. Padahal menurut Bapak Bangsa Gusdur,keislaman dan keindonesiaan
harus berjalan seiring. Sinergi keislaman dan keindonesiaan telah menciptakan
karakter Islam yang moderat, toleran dan tidak berlebihan (M. Hanif Dhakhiri:
2010).
Sebagaimana paparan diatas tentang gerak
ganda NII. Selain gerakan bawah tanah, ada gerakan Fungsioanal yang inten dalam
Pesantren, yakni Yayasan Pesantren Indonesia (YPI) yang teresebar hampr ke
seluruh propinsi. Orang yang bertugas sebagai aparat fungsioanal tidak ikut
merekrut jamaah akan tetapi mengurus
para santri untuk disekolahkan di Al Zaytun. Walaupun secara tidak langsung
mencari dana, aparat fungsional ini memanfaatkan wali santri yang notabene
orang menengah keatas yang nantinya menjadi simpatisan dan sumber dana untuk
pembangunan Al Zaytun. Kalau ditelusuri lebih jauh, fokus gerakan NII dapat
dikatakan gerakan doktriner-politis. Gerakannya berkutat pada rekrutmen jama'ah
yang tujuannya mendapatkan dana dan dukungan dari banyak orang untuk mencapai
visi Negara Islam.
Moh.
Tarib
Fakultas
Ushuluddin, Studi Agama dan Pemikiran Islam
UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar