“Bangsa
yang kuat adalah bangsa yang mampu mempertahankan identitasnya”. Begitulah
kiranya ungkapan provokatif bagi bangsa yang ingin maju, tanpa melupakan
kearifan yang ada.
Kemajuan teknologi begitu pesatnya bak arus yang tidak dapat
dibendung melaju kesemua penjuru. Dari perkotaan hingga ke desa terpencil pun
kini dapat merasakan manfaat teknologi. Beragam produk teknologi dengan
inovasinya telah memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk melakukan aktifitasnya
sesuai dengan kebutuhan mereka. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mampukah
kita memanfaatkan teknologi secara produktif tanpa harus melupakan budaya dan
karakter bangsa, atau teknologi itu akan melahirkan budaya baru, sehingga
budaya yang sudah ada terkikis habis digantikan budaya asing.
Problema
Era Digital
Kini jarak dan waktu tidak menjadi kendala bagi masyarakat untuk
berbuat sesuatu. Adanya teknologi transportasi jarak tempuh perjalanan menjadi
cepat, adanya teknologi informasi seseorang menjadi mudah melakukan kemunikasi via
handphone (HP) atau melalui jaringan internet dan alat komunikasi lainnya.
Kemajuan teknologi semacam ini tentu akan mempengaruhi life style
seseorang dalam kesehariannya. Kita ambil contoh dilingkungan akademik; baik di
sekolah atau kampus yang saat ini mulai dikembangkan sekolah berbasis IT,
kampus digital dan segala macamnya. Siswa atau mahasiswa yang berada di lingkungan
kampus tersebut pola berpikir mereka akan terlihat praktis dan isntan, semua
pekerjaan ingin cepat, tanpa memakan waktu yang lama, tanpa mengeluarkan tenaga
dan biaya banyak. Tapi apabila kita melihat pada sisi yang lain dan ini tidak
perlu terjadi. Instanisasi dunia akademik yang serba praktis juga memberi
peluang bagi siswa tau mahaisiswa untuk plagiat dan copy paste tugas-tugas
maupun karya-karya ilmiah. Hal semacam ini terjadi ketika siswa atau mahasiswa
malas baca dan menulis. Ketika seseorang ditimpa penyakit malas baca, maka ia
akan mengalami kesusahan dalam mengungkapkan gagasan, ide dan temuan-temuan
kreatifnya. Sehingga kemudian ia akan
mengambil jalan pintas dengan cara copy paste atau menjiplak karya orang lain.
Teknologi
Positif dan Produktif
Teknologi
ibarat dua sisi mata pisau, yaitu bisa bermanfaat dan mencelakakan, begitu pun
dengan teknologi memiliki seribu manfaat dan seribu bahaya. Namun yang
terpenting adalah bagaimana menggunakan teknologi secara positif dan produktif
sehingga kita tidak menjadi korban kejahatan teknologi itu sendiri. Teknologi
yang positif adalah dilihat dari person (user) dan tujuannya memang kearah
perbaikan dan kemaslahatan bersama, bermanfaat bagi dirinya, orang lain dan
lingkungan sekitar. Bukan malah merusak tatanan yang sudah membudaya dan itu
merupakan karakter bangsa yang patut dijunjung tinggi dan perlu dilestarikan. Sebagai
contoh, bagaimana agar komodo sebagai salah satu kekayaan Indonesia bisa
menajadi 7 kejaiban dunia, dalam hal ini peran teknologi sangat penting untuk
mempublikasikan Pulau Komodo ke dunia internasional dengan harapan publik
mengakui bahwa komodo benar-benar layak menjadi 7 kejaiban dunia. Hal yang
terpenting ketika membuncangkan teknologi dan budaya bangsa adalah
produktifitas kearah perbaikan dan ketahanan kearifan lokal (local wisdom)
serta seluruh aspek kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar